Oknum Kades di Bima Disentil Ngambek, Pemimpin Ko' Baperan Amat

 

Kupasbima.com_BimaNTB. Entah, sudah berapa tahun kegiatan spektakuler lomba desa berjalan. Nampaknya ia akan tetap bertahan dengan jenis lomba ini, karena dalam lomba ini dievaluasi program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa serta bagaimana praktik lapangan sekaligus dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat dalam aspek luas, yaitu ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.

Tapi di tengah berjalannya lomba Desa dan masih dalam tahap proses sebelum dilakukan penilaian oleh tim penilai lomba Desa tingkat Kabupaten Bima salah seorang kepala Desa enggan melanjutkan untuk ikut lomba karena disentil melalui pemberitaan salah satu media online : https://pilarmedianusantara.com/9-hari-menjelang-penilaian-lomba-desa-tingkat-kabupaten-bima-desa-penapali-masih-kelihat-kumuh/, langsung merespon dengan kata-kata tidak ingin ikut lomba.

Pedasnya kata-kata oknum kades baperan ini mengundang reaksi mitra kerjanya di tingkat Kecamatan untuk memberikan masukan yang baik sebagai pemimpin. Namun oknum kades yang katanya pemimpin wilayah desa tersebut tetap ngotot dengan nada ancaman agar berita tersebut dihapus. 

"Jika berita itu tidak diselesaikan dipastikan saya tidak lanjutkan untuk ikut lomba desa," ancamnya.

Oknum kades sejatinya harus pahami yang terpenting dari itu, dalam lomba ini tentu akan menyorot pula persoalan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) lokal, apakah dengan jumlah SDM yang cukup atau berlebih atau sebaliknya tetap mampu memberikan kontribusi positif bagi pembangunan desa apalagi desa tersebut berada tepatnya di pusat ibu kota Kabupaten Bima.

Lomba desa pasti juga akan mengupas bagaimana pelaksanaan kegiatan di desa tersebut dilakukan, apakah melalui pemaksaan kehendak, apakah direncanakan secara musyawarah, ataukah hanya ditentukan oleh kepala desa atau lebih pada mobilisasi belaka. Tentu ini akan dibidik bagaimana sisi eksplorasi dan pelaksanaan serta pengembangan nilai dan semangat gotong royong tetap berkibar di tengah gerusan idividualisme yang meruyak masyarakat desa akhir akhir ini.

Hal lainnya, praktik lomba desa juga akan mendorong desa, atau khususnya jajaran pemerintah desa lebih meningkatkan pelayanan mutu kepada masyarakat. Jadi masyarakat akan lebih melihat apakah layanan yang diberikan desa sesuai dengan kebutuhannya, seperti segi kecepatan, ketepatan, kualitas dan apakah berbanderol murah dari pembiayaan alias gratis bagi masyarakat. Apakah tak ada pungutan di desa dan hal-hal lain yang banyak dikritisi masyarakat. Apa terjadi praktik korupsi, gratifikasi dan pungli (juga) di desa.

Desa berpartisipasi ikut lomba, mungkin pula tak semata-mata mengejar juara atau piala dan hadiah belaka, namun lebih pada upaya penyadaran dan pembelajaran bagi seluruh masyarakat dan pemerintah desa bagaimana berkompetisi secara fair dan sehat. Memberikan pendidikan kerja keras, obyektif dan kerjasama tanpa meremehkan hal-hal yang kecil dan potensial.

Hampir setiap tahun, peserta lomba desa bertambah, baik di level daerah maupun nasional. Seleksi atas evaluasi administrasi dan lapangan sangat berkorelasi atas penentuan juara nantinya. Tak sedikit indikator yang berkoneksi langsung pada penilaian ini, yakni kesehatan, pendidikan, partisipasi, ekonomi, kelembagaan, PKK, kesbangpol dan pemerintahan, dll.

Pada fase ini penting ditanamkan kepada masyarakat bagaimana membumikan paradigma pembangunan pada "desa membangun", Karena ketika desa membangun ada greget, gerakan dan aksi nyata dari seluruh komponen desa dengan segenap konsekuensinya, namun jika membangun desa barangkali masih kentalnya pemikirian seolah desa hanya sebatas menjadi kubangan besar yang menerima gelontoran beragam bantuan stimulan bagi desa. Kondisi ini sudah selayaknya harus diubah mentalitas konstruktif.

Disinilah peran kepala desa sangat menentukan dalam pencapaian lomba desa, apakah desa itu mampu menggerakkan partisipasi warganya, itu semua akan lebih banyak dimotori atau dicontohkan bagaimana kiprah pemimpin desa itu sendiri. Ketika elite desa dalam menghadapi lomba desa, hanya asal-asalan, maka dimungkinkan masyarakatnya pun akan bertindak pada hal yang sama, namun jika sebaliknya kepala desa dan perangkatnya terlihat bekerja keras, blusukan pagi, siang sore hingga malam, maka tak terhindar pula warga akan mendukung dan mengikuti jejak langkah pemimpinnya.

Lomba desa, memang memakan banyak anggaran, namun jika dipikir lebih banyak manfaat yang tak ternilai bagi masyarakat. Karena masyarakat secara tidak langsung juga menyerap ilmu dan belajar bagaimana membangun budaya administrasi modern, kapasitas SDM dan aparatur lebih berorientasi pada layanan masyarakat dan mengedukasi pada lingkungan yang ramah.

"Lingkungan permukiman menjadi tertata rapi, dan indah juga sisi kesehatannya memadai juga kawasan hijau tetap terjamin, kawasan lingkungan tertib, aman dan damai dan saling bertoleransi atar sesama warga".

Inilah tantangan terberat lomba desa, kini dan kedepan bagaimana masyarakat tumbuh kesadarannya untuk memulai sesuatu yang lebih baik, berubah menjadi produktif, membangun diri, membangun masyarakat dan wilayahnya dengan kekuatan sendiri tanpa harus bergantung kepada APBD, APBN maupun donasi pihak lain. Swadaya dan gotong royong menjadi amunisi ampuh dan mutlak. (KB 000*/Red)

Posting Komentar

0 Komentar