Kualitas Demokrasi Indonesia Dimata Publik

 


Daerah_Kupasbima.com. Akhir-akhir ini kualitas demokrasi Indonesia terus disorot. Lahirnya kritik yang disampaikan masyarakat kepada pemerintah, baik secara langsung dengan cara turun ke jalan maupun melalui media sosial, kerap ditindak oleh aparat keamanan atau penegak hukum di negara ini. Hal tersebut yang menjadi peringatan bagi pemerintah untuk membenahi kualitas demokrasi saat ini.

Seperti diketahui dari survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia (IPI) menunjukkan tahun 2020 silam bahwa, hanyak 17,7 persen responden yang merasa kualitas Indonesia menjadi lebih baik. Sedangkan, 36 persen merasa saat ini Indonesia kurang demokratis dan 37 persen responden menganggap keadaan demokrasi Indonesia tak mengalami perubahan.

Senada yang disampaikan (IPI), Survei juga dilakukan di daerah Kabupaten Bima pada medio 24 hingga 30 September 2021 itu juga menyatakan bahwa mayoritas publik kian takut dalam menyampaikan pendapat.

Hal itu ditunjukkan dengan 21,9 persen responden bahwa warga semakin takut menyampaikan pendapat dan 47,7 persen warga merasa agak setuju dengan pendapat itu. Hanya 22 persen responden yang merasa kurang setuju dan 3,6 persen yang merasa tidak setuju sama sekali dengan pendapat itu.

Sementara itu, publik juga berpandangan bahwa aparat keamanan semakin sewenang-wenang terhadap warga yang memiliki pandangan politik berbeda dengan penguasa.

Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 1.200 responden itu, 19,8 persen responden menyatakan setuju bahwa aparat semakin semena-mena. Sedangkan, 37,9 persen responden menyatakan agak setuju. Adapun 31,8 persen responden menjawab kurang setuju dengan anggapan itu.

Untuk diketahui bahwa opini ini diuraikan berdasarkan hasil survei dengan wawancara via telepon dengan margin of error lebih kurang 2,9 persen dan tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen.

Berdasarkan pendapat salah satu politisi Partai Gerindra Suharlin, S.Sos mengatakan, penurunan tren demokrasi harus disikapi serius oleh pemerintah sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kualitas demokrasi kedepan.

"Itu harus menjadi bahan introspeksi untuk pemerintah dan parlemen," kata Suharlin. Senin (8/11/2021) pagi.

Meski demikian, ia mengatkan, perlu dilihat juga kapan survei dilakukan. Dilihat dari medio waktunya, survei dilaksanakan di tengah situasi pandemi. Sehingga, menurut dia, unjuk rasa dengan pengerahan massa sulit untuk dilakukan dengan alasan kesehatan.

"Tindakan represif aparat apabila didalami, juga karena banyak oknum (pengunjuk rasa) yang melakukan tindakan pengerusakan bahkan menyerang aparat,” imbuh Ketua PAC Gerindra Kecamatan Monta Kabupaten Bima ini.

Sementara itu, Sekertaris Jendral Partai Golongan Karya (Golkar) Kabupaten Bima Muhamad Sidik menyatakan, turunnya tren demokrasi menjadi peringatan bagi pemerintah bahwa praktik demokrasi yang dijalankan sedang mengalami masalah

"Artinya harus ada upaya secara maksimal bagi para pelaku politik untuk merubah paradigma publik terhadap demokrasi saat ini", terang politisi yang akrab disapa Didi tersebut.

Disisi lain Sri Jumhari selaku masyarakat mengatakan, demokrasi negara saat ini khususnya di indonesia sudah tidak lagi dirasakan makna yang sebenarnya. Dimana demokrasi hanya dimanfaatkan oleh sekelompok orang-orang yang berkuasa atau beruang saja.

"Buktinya dapat dilihat pada saat pesta demokrasi baik itu pilkades, pileg, Pilkada/Pilkota maupun pilpres. Kelompok penguasa dan kelompok berduit yang menjadi pemenang", urainya singkat.

Golongan masayarakat atau kelompok biasa sangat susah untuk merasakan demokrasi, mau menyampaikan aspirasipun susah karena dihalangi oleh alat negara yang digunakan oleh penguasa atau kelompok berduit. 

"Mana arti demomrasi?, untuk apa kita bicara demokrasi sementara praktek demokrasi melebihi era orde lama". Tutupnya. (KB 001*/RED)

Artikel oleh : Adyati Nur Afifah (Ditha)

Editor : Muhaemin

Posting Komentar

0 Komentar