Syahrul : Pendidikan Merupakan Solusi Terbaik Persoalan Gundulnya Hutan

 


Bima_Kupasbima.Com. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi kegenerasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, dan penelitian.


Pendidikan galib terjadi dibawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan berlangsung secara otodidak. Dibawah bimbingan orang lain, misalnya melalui lembaga pendidikan (kelompok bermain, taman kanak-kanak, sekolah dasar hingga sekolah menengah atas) dibawah bimbingan guru.


Sementara secara otodidak biasanya dilakukan oleh mereka yang sudah dewasa dan memiliki jiwa serta semangat belajar tanpa bantuan orang lain dan cukup belajar melalui buku atau referensi yang ada.


Kita dapat membayangkan bagaimana seandainya anak-anak kita tidak berpendidikan. Mereka tidak akan memiliki pengetahuan dan keterampilan sama sekali. Oleh sebab itulah, ketika bom atom dijatuhkan di Hiroshima, Jepang 6 Agustus 1945 dan menewaskan 129.000 jiwa, pertanyaan pertama yang dilontarkan Kaisar Jepang adalah "berapa banyak guru yang masih hidup", bukan bertanya "berapa banyak tentara yang jadi korban atau masih hidup".


Pertanyaan Kaisar Jepang tersebut mengindikasikan betapa pentingnya eksistensi dan keberadaan seorang guru. Juga, begitu sangat pentingnya pendidikan anak bangsa bagi sebuah negara. Di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada pasal 28c (1) disebutkan, "Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia".


Jika seorang anak tidak memperoleh pendidikan maka dapat dikatakan telah bertindak inkonstitusional, termasuk lembaga negara yang tidak "memaksa" anak menjalani pendidikan.


Landasan filosofis pendidikan dan ilustrasi yang dicontohkan diawal tulisan ini mungkin memiliki benang merah. Penulis mengisyaratkan tentang kisah yang dialami 27 tahun silam. 


Penulis menceritakan, ketika masih kecil, saya teringat pada tahun 1994 gerakan kemah akbar SMP Muhammadiyah Parado. Saat itu usia kami masih anak-anak, sekitar kelas 3 sekolah dasar (SD). SMP Muhammadiyah Parado ikut terlibat dalam pembibitan kemiri saat pembukaan lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Desa Kanca. Semangat mereka mampu mengisi polibag persiapan pembibitan kemiri.


Keterlibatan SMP Muhammadiyah. pada saat itu sangat membantu dalam hal pembibitan. Alhamdulillah hasil pembibitan saat itu sekarang sudah tumbuh besar puluhan ribu pohon. Pohon kemiri yang sudah berproduksi itu sekarang sudah jadi sumber mata pencaharian rakyat di tengah kegagalan proyek jagung.


Berangkat dari perjalanan SMP Muhammadiyah seakan membisik saya untuk menawarkan solusi yang sama berkaitan dengan penanaman kembali hutan yang gundul saat ini. Kita sudah berbuat untuk mengembalikan fungsi hutan tapi hasilnya mungkin 1/8 dari 8.000 hektar are (hektar bentuk tidak baku) lebih-lebih hutan yang hancur ditanami kembali dengan kemiri.


Dari sekian hektare yang mampu ditanami merupakan hasil kerja sama dengan beberapa elemen dan turun tangannya aparat. Saya menilai masih ada elemen yang belum dilibatkan saat itu, dunia pendidikan. 


Terus bagaimana peran pendidikan dalam mengembalikan hutan? Dari awal tulisan ini saya sedikit mengulas sejarah keterlibatan pendidikan yang diwakili oleh SMP Muhammadiyah Parado. Dan saat ini tentu kita menggunakan cara berbeda tapi dengan pendekatan yang sama.


Di dunia pendidikan, saat itu Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia, telah merumuskan 18 nilai yang harus ditanamkan di dalam diri setiap warga negara Indonesia, khususnya siswa dalam upaya membangun dan menguatkan karakter bangsa. Salah satu karakter yang dirumuskan yaitu karakter Peduli Lingkungan. Artinya dunia pendidikan melalui sekolah dapat menanamkan karakter peduli lingkungan sekitar kepada para siswa. Ini adalah sebuah kesempatan bagi kita menanamkan karakter cinta lingkungan kepada anak-anak kita. Juga, kesempatan emas memanfaatkan potensi sumber daya, guna mengembalikan fungsi hutan di sekitar kita, dalam hal ini hutan Parado yang telah hancur berantakan karena pengalihan fungsi hutan oleh masyarakat.


Terus bagaimana caranya? 

Beberapa minggu yang lalu saya bersafari, berkeliling menawarkan solusi ini kepada beberapa tokoh pendidik dan pemuda. Saya melihat ada respon baik dari mereka. Tetapi solusi ini tidak dapat berjalan tanpa dukungan dari elemen lain di luar pendidikan seperti pemerintah baik Desa, Kecamatan, Daerah bahkan pusat dan juga masyarakat secara keseluruhan. 


Adapun cara yang saya tawarkan adalah kerja sama tiga elemen yang saya maksudkan, yaitu pemerintah Kecamatan, Pemerintah desa, dan dunia pendidikan. Dibalik sinergisme (kegiatan yang tergabung) ketiga unsur ini hendaknya memiliki komitmen yang kuat untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dan setiap elemen menyatupadukan semangat itu untuk tujuan bersama pula. 


Pemerintah desa lima gabungan lewat dana desa masing-masing dapat membuat kebijakan pengadaan polibag dan bibit kemiri yang berkualitas sebanyak-banyaknya yang disesuiakan dengan kebutuhan lahan masing-masing desa.


Tentu saja penggunaan dana desa ini tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku, sehingga harus dimasukkan kedalam program desa. Kemudian bekerja sama dengan institusi pendidikan (sekolah) yang ada di desanya masing- masing. Setiap sekolah yang ada di tiap desa bertanggung jawab dengan lahan yang ada di desa masing-masing.


Apa yang dilakukan sekolah? Sekolah (para murid) dilibatkan dalam mengisi polibag dan pembibitan setelah ada pelatihan dari yang berpengalaman. Setiap murid diberikan target jumlah polibag yang diisi sampai memenuhi kebutuhan lahan. Sekolah bekerja sama dengan pemerintah desa dalam hal kelanjutan pembibitan seperti tanah untuk pengisian polibag, tempat pembibitan, pengadaan terpal penampung air dan hal-hal lain. Menurut saya, kalau boleh, proses pembibitannya memanfaatkan halaman belakang sekolah dan prosesnya melibatkan siswa didampingi oleh orang yang berpengalaman.


Setelah semuanya disepakati, pemerintah kecamatan memberikan izin pemanfaatan Mobil Pemadam Kebakaran (Damkar) untuk menyuplai air ke setiap tempat pembibitan dengan menugaskan salah satu atau beberapa staf di kantor camat. Keterlibatan Damkar sangat perlu jika pembibitan dilakukan pada musim kemarau. 

Bila semua prosesnya sudah selesai dan bibit kemiri tumbuh dengan baik, masyarakat diizinkan mengambil bibit, diawasi serta dikontrol oleh tim dan pemerintah desa sampai ke tempat penanaman dan berlanjut sampai perawatan. Masyarakat yang memperoleh bibit hendaknya diinventarisasi untuk memastikan bahwa seluruh rumah tangga warga desa terlibat dalam program ini. Perawatannya diserahkan kepada masing-masing sekolah yang bertanggung jawab hingga memastikan bibit itu tumbuh dengan baik.


Kapan ini dimulai dan apakah membutuhkan tim? Gagasan ini tergantung kesepakatan yang tentu saja perlu ditetapkan waktu yang tepat untuk pembibitan. Agar mencapai hasil yang maksimal dalam program ini memerlukan kerja tim (team work) yang hebat dan mampu bekerja secara bersama-sama.


Sederhananya mungkin mengikuti alurnya kerja sama seperti ini:

1. Pemerintah kecamatan perlu berkomunikasi dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan Budaya, Pemuda, dan Olahraga (Dikbudpora) Kecamatan Parado

2. Pemerintah kecamatan berkomunikasi dengan pemerintah desa

3. UPT Dikbudpora berkomunikasi dengan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten yang kemudian Disdik Kabupaten akan menyampaikan instruksi kepada seluruh kepala sekolah di Kecamatan Parado.

4. Pemerintah Kecamatan mengundang elemen pendidikan seperti Kadis Pendidikan Kabupaten Bima, seluruh kepala sekolah dan kepala desa se-Kecamatan Parado. 

5. Pembentukan Tim beranggotakan seluruh elemen yang terlibat, sehingga tidak ada pihak yang dilupakan. 

6. Sekolah membangun kelompok pembibitan

7. Dalam hal pembibitan, setiap sekolah didampingi oleh ahli pembibitan.

8. Tim langsung membahas tentang pembibitan serta pembagian tugas. 

9. Sekolah menilai proses pembelajaran siswa dalam hal ini pembibibitan lewat kerja kelompok

10. Pembibitan dibawah kontrol semua pihak yang terlibat.

11. Secara periode disepakati adanya evaluasi terhadap setiap kegiatan yang sedang dan sudah berlangsung guna memastikan program berjalan dengan baik. 

12. Tim harus bersepakat bahwa sekolah yang telah bekerja maksimal perlu diberikan “reward” (penghargaan) yang sesuai dan harus dikoordinasi dan dikomunikasikan dengan UPT Dikbudpora. Penghargaan ini perlu sebagai bentuk apresiasi tim terhadap mereka yang telah bekerja dengan baik.


Mungkin ini salah satu solusi untuk mengatasi persoalan hutan di wilayah Parado yang sampai saat ini belum ada langkah tepat. Dari proses keterlibatan pendidikan dalam mengambalikan fungsi hutan, manfaatnya adalah: 

1. Tertanam karakter cinta lingkungan pada peserta didik sejak dini.

2. Siswa memperoleh ilmu pembibitan, khususnya tanaman jangka panjang dan produktif seperti kemiri

3. Siswa bertanggung jawab

4. Siswa belajar membangun “team work” (kerja tim)

5. Terbangunnya komunikasi dan kerja sama sekolah dengan masyarakat sebagai lembaga pendidikan

6. Sebagai ajang pembelajaran kontekstual karena siswa dilibatkan langsung pada objek pembelajaran

7. Penilaian proses 

8. Kembalinya fungsi hutan

9. Menghargai hasil karya anak bangsa

10. Dapat menjadi “succes story” (cerita sukses) bagi anak cucu di kemudian hari, seperti juga cerita saya pada tahun 1994 ketika penanaman kemiri berkaitan dengan HTI.


Apa yang ditulis oleh penulis ini hanya sebuah tawaran gagasan yang apabila dinilai tepat mungkin dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan hutan yang membuat kita warga Parado saat ini gelisah dan resah. 


Penulis merupakan generasi penerus kelahiran Parado dan merupakan sekretaris PGRI Kecamatan Parado Kabupaten Bima. (KB 001*/RED). 


Key words :

. Sekolah

. Siswa

. Pendidikan Karakter

. Pembibitan

. Camat

. Pemdes

. Dana Desa

Posting Komentar

0 Komentar